Frans (bukan nama sebenarnya), seorang anak laki-laki berusia 5 tahun,
dibawa orangtuanya berobat dengan keluhan sangat hiperaktif. Frans
sehari-hari tidak bisa diam, senang memukuli adiknya yang berusia 2
tahun dan cenderung merusak mainan/barang-barang di rumah dengan cara
mendorong atau membanting. Mainan yang dibelikan baginya biasanya hanya
bertahan dalam hitungan menit.
Karena Frans begitu aktif,
keluarga Frans yang tergolong tidak mampu sampai diusir dari rumah nenek
dan kakeknya, karena terlalu mengganggu dan merusak. Ayah Frans, karena
tertekan secara finansial dan secara psikologis, sering memukuli dan
menghajar Frans karena ia menyalahkan Frans atas semua hal
yang terjadi pada keluarga mereka. Dahulu ayah dan ibu Frans bekerja
dan Frans dititipkan pada neneknya, namun sejak adik Frans lahir, ibu
juga berhenti bekerja sehingga penghasilan keluarga berkurang hingga
separuhnya. Nenek Frans sudah tidak lagi bersedia dititipi cucunya.
Di
sekolah sendiri, Frans cenderung tertinggal dalam hal pengetahuan dan
keterampilan, pemeriksaan IQ mendapatkan hasil 78 (borderline, yang
berarti di perbatasan menuju IQ rendah/tidak cerdas). Hal ini mungkin
sebagian dipengaruhi pula oleh hiperaktivitas dan rentang perhatian yang
pendek. Pada pemeriksaan pun, kemampuan Frans tampaknya jauh di bawah
anak seusianya. Meski demikian, ia tampak kooperatif dan sangat mau
berusaha mengerjakan tugas yang diminta.
Ursa Magna memberikan
dana untuk paket terapi Sensori Integrasi dan terapi okupasi bagi Frans,
Rp 1.200.000 yang diharapkan dapat membuat Frans semakin lama semakin baik, sehingga
tidak lagi menjadi masalah antara orangtua dengan kakek-neneknya, serta
diharapkan dapat membantu mengatasi masalah keluarga. Ayah juga
diberikan konseling mengenai keadaan Frans dan bahwa hal tersebut
bukanlah keinginan/kenakalannya, melainkan bagian dari gangguan yang
dialami Frans yang dapat dibantu asalkan bersedia terapi secara teratur
dan mengikuti berbagai nasihat yang diberikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar